Skip to content

KODE ETIK DAN KODE PERILAKU HIMPUNAN PENERJEMAH INDONESIA

Mukadimah

Sejarah kebudayaan bangsa-bangsa di dunia, khususnya yang mengenal aksara, dari zaman kuno hingga masa kini, telah menunjukkan pentingnya kegiatan penerjemahan (dalam arti penerjemahan tulis dan lisan) sebagai sarana efektif untuk mengembangkan saling pengertian antarbangsa.

Aktivitas penerjemahan di Indonesia sudah berlangsung selama kurang lebih seribu tahun, malah lebih dari itu karena kita tahu bahwa Kakawin Ramayana berbahasa Jawa Kuno, yang disadur dari sebuah karya Sanskerta, dikarang pada abad ke-9.1 Selain itu, pengalaman panjang berbagai bangsa yang rajin belajar dari terjemahan karya bangsa lain menyimpulkan bahwa kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam karya terjemahan meningkatkan khazanah pengetahuan bangsa sendiri. Hal itu mencakupi perbendaharaan kata yang mereka serap dari naskah dalam bahasa sumber yang memperkaya perbendaharaan kata bahasa mereka sendiri. Begitu juga, karya-karya sastra besar dari bangsa lain ternyata dapat menjadi ilham, rangsangan, dan bahan belajar tentang dunia, ideologi, konsep, teori sejarah dan masyarakat, cara hidup, dan bahkan arti kehidupan. Pengalaman berbagai budaya di Indonesia pun menunjukkan peran positif penerjemahan; salah satu buktinya adalah susastra daerah, misalnya susastra Jawa dan Melayu berkembang, selain berkat kreativitas pujangganya dan juga karena penerjemahan atau penyaduran karya asing dari bahasa Sanskerta, Arab, dan Parsi.

Dalam perkembangannya, penerjemahan juga berperan dalam bidang sosial, politik, pendidikan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karena itu, penerjemahan menduduki tempat yang strategis dalam kehidupan masyarakat.

Dengan manfaat yang tidak ternilai bagi pengembangan budaya bangsa seperti itu, penerjemahan merupakan sarana yang efektif bagi pengembangan sumber daya manusia. Penerjemahan merupakan salah satu sarana pencerdasan dan pencerahan bangsa. Namun, sebagai bidang yang mandiri, penerjemahan menuntut adanya kode etik profesi tersendiri untuk melindungi penerjemah dan masyarakat dari praktik-praktik yang tidak terpuji dan bahkan melanggar hukum.

Oleh karena itu, Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) menganggap perlu adanya Kode Etik Profesi Penerjemah (“Kode Etik dan Perilaku”), yang mengatur sikap, perilaku, dan standar kinerja penerjemah dan juru bahasa anggota HPI. HPI telah menetapkan Kode Etik Profesi Penerjemah yang diperbarui dari waktu ke waktu, yang terakhir diperbarui pada Kongres HPI ke-13 tanggal 1X November 2019 di Jakarta sehingga berbunyi sebagai berikut.

_______________________________________
1Henri Chambert-Loir dalam Pendahuluan, Sadur, Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.

KODE ETIK
HIMPUNAN PENERJEMAH INDONESIA

I. DEFINISI
Penerjemah dan juru bahasa didefinisikan sebagai berikut:

  1. Penerjemah adalah penerjemah tulis (translator);
  2. Juru bahasa adalah penerjemah lisan (interpreter).

Selanjutnya dalam Kode Etik ini, sebutan penerjemah berlaku baik untuk penerjemah tulis (translator) maupun juru bahasa (interpreter).

II. TUJUAN
Kode Etik HPI menetapkan hal-hal yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota HPI guna memelihara standar-standar tertinggi dalam melaksanakan layanan profesional di bidang penerjemahan dan penjurubahasaan, sehingga setiap anggota turut berkontribusi dalam menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat profesi.

III. ASAS
Upaya pencapaian tujuan di atas berlandaskan asas-asas sebagai berikut:

  1. Pancasila
  2. Profesionalitas
  3. Integritas
  4. Kolegialitas

IV. JANJI PENERJEMAH
A. Sikap Penerjemah HPI:

  1. Menjunjung tinggi dan menerapkan asas-asas Pancasila;
  2. Mengacu ke standar profesi yang digariskan organisasi;
  3. Selalu menjaga profesionalisme dan menjunjung integritas dalam berhubungan dengan pihak mana pun;
  4. Dalam hubungan kerja antarpenerjemah:
    1. saling menghormati dan bersaing secara sehat;
    2. memupuk kerja sama dan solidaritas;
  5. Menghormati hak-hak klien dan tidak mencampuri urusan antara klien dan pihak lain;
  6. Menjaga kerahasiaan informasi yang terkandung dalam materi yang diterjemahkan.

B. Perilaku Penerjemah HPI:

  1. Menerapkan standar kinerja yang tinggi guna mencapai hasil terbaik secara etis dengan praktik bisnis yang sehat;
  2. Menolak pekerjaan yang:
    1. isinya melanggar peraturan perundang-undangan, kecuali atas perintah pihak yang berwenang dan diberi kekebalan hukum;
    2. tidak sesuai dengan tingkat kemampuan yang disyaratkan;
    3. menempatkan diri penerjemah berada pada situasi benturan kepentingan;
  3. Tidak memanipulasi pesan yang terkandung di dalam bahasa sumber, kecuali manipulasi tersebut diperlukan sebagai bentuk kreativitas yang sah dan secara tegas dinyatakan dalam lingkup pekerjaan yang diberikan kepada penerjemah;

C. Standar kinerja Penerjemah HPI:

  1. Menerima pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab untuk memberikan yang terbaik;
  2. Dalam hubungan kerja dengan klien:
    1. menjaga kepentingan klien dalam materi dan isi yang diterjemahkan sebagaimana penerjemah menjaga kepentingan diri sendiri;
    2. menaati tenggat waktu penyerahan pekerjaan atau jadwal yang sudah disepakati dengan klien;
  3. Sepanjang menyangkut kompetensi, berusaha mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan baik dan benar, dengan memenuhi hal-hal sebagai berikut:
    1. menguasai bahasa sumber (baik bahasa asing maupun bahasa daerah) dan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dengan tingkat penguasaan yang tinggi;
    2. memiliki pengetahuan yang memadai tentang pokok bahasan dan peristilahannya dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran;
    3. mempunyai akses pada sumber informasi dan bahan referensi serta mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai peranti pendukungnya; dan
    4. terus-menerus berupaya menjaga, meningkatkan, memperluas, dan memperdalam pengetahuan tentang penerjemahan.

V. SANKSI

  1. Jika diduga terjadi pelanggaran Kode Etik oleh seorang atau sekelompok anggota HPI, Badan Pengurus HPI wajib melaporkan pelanggaran tersebut kepada Dewan Penasihat dan Kepatuhan HPI yang akan melakukan verifikasi.
  2. Seorang atau sekelompok anggota HPI yang melakukan pelanggaran kode etik wajib mendapatkan kesempatan membela diri dalam proses verifikasi.
  3. Dewan Penasihat dan Kepatuhan HPI akan memberikan rekomendasi kepada Badan Pengurus HPI setelah verifikasi poin 2.
  4. Keputusan Dewan Penasihat dan Kepatuhan, dapat berupa:
    1. Pernyataan bahwa seorang atau sekelompok anggota HPI yang dilaporkan tersebut tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan nama baiknya dipulihkan; atau
    2. Pernyataan bahwa seorang atau sekelompok anggota HPI yang dilaporkan tersebut terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan, peringatan tertulis, pembekuan keanggotaan (skorsing) selama jangka waktu tertentu, pemberhentian tidak hormat sebagai anggota HPI.

5.Badan Pengurus HPI wajib mengenakan sanksi kepada seorang atau sekelompokanggota HPI yang melanggar Kode Etik sesuai dengan keputusan DewanPenasihat dan Kepatuhan HPI.

Disahkan di Jakarta, 30 November 2019

Ketua Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Rochayah Machali
(HPI-01-08-0175)

Ketua Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Ivan Lanin
(HPI-01-09-0197)

Wakil Ketua Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Eki Qushay Akhwan
(HPI-01-14-1174)

Wakil Ketua Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Baharuddin
(HPI-01-13-0923)

Sekretaris Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Arif Furqon
(HPI-01-11-0392)

Sekretaris Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Rudi Sofyan
(HPI-01-11-0453)

Kode Perilaku
Himpunan Penerjemah Indonesia

1.  HUBUNGAN DENGAN REKAN SEJAWAT
Anggota HPI saling membantu dan saling menghormati anggota lainnya dalammenjalankan pekerjaan dan profesinya untuk kemajuan bersama para anggota HPI danorganisasi HPI.

1.1 SALING MEMBANTU
1.1.1 Anggota HPI saling membantu anggota lainnya sejalan dengan Kode Etik HPI.
1.1.2 Anggota HPI saling berbagi informasi baik secara informal maupun secara formal, melalui kegiatan-kegiatan lokakarya, pelatihan, konferensi, seminar, mentoring, dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya

1.2 SALING MENGHORMATI
1.2.1 Anggota HPI saling menghormati satu sama lainnya dan tidak merusak reputasi atau nama baik anggota HPI lainnya dan organisasi HPI.
1.2.2 Anggota HPI saling mengingatkan dengan cara yang santun, patut, dan sesuai norma sosial yang berlaku umum kepada rekan sesama anggota HPI untuk tidak terlibat dalam atau mendukung segala tindakan atau perilaku yang dapat merusak nama baik rekan anggota HPI, klien, dan HPI.
1.2.3 Anggota HPI tidak mendukung perilaku yang tidak sejalan dengan Kode Etik HPI baik di dunia maya (media sosial), media massa, maupun dunia nyata.
1.2.4 Anggota HPI senantiasa menggunakan media sosial secara bijaksana dan bertanggung jawab dengan tidak membuat pernyataan atau mengunggah postingan yang dapat merusak nama baik atau merendahkan profesi penerjemah dan/atau juru bahasa, rekan seprofesi, klien, dan HPI.

2.HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Anggota HPI memastikan bahwa hubungan pekerjaan antara penerjemah dan/atau jurubahasa dengan klien dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dengan iktikad baik,saling menghormati, saling membantu, saling menguntungkan, dan tidak melanggar KodeEtik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

2.1 KESEPAKATAN KONTRAK
2.1.1 Sebelum memulai pekerjaan penerjemahan dan/atau penjurubahasaan, anggota HPI telah bersepakat dengan klien mengenai ketentuan dan persyaratan secara lisan atau tertulis terkait pekerjaan yang akan dilakukan.
2.1.2 Dalam hal anggota HPI menerima pekerjaan dari klien yang bertindak sebagai perantara, anggota HPI tidak berhubungan atau berinteraksi langsung dengan klien akhir perantara kecuali atas persetujuan dari perantara.
2.1.3 Anggota HPI menolak untuk melakukan pekerjaan penerjemahan dan/atau penjurubahasaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan ketentuan Kode Etik HPI dan yang diyakini dapat mendukung kegiatan ilegal atau melawan hukum.

2.2 PENGALIHDAYAAN
2.2.1 Anggota HPI tidak akan mengalihdayakan sebagian atau keseluruhan tanggung jawab yang telah disepakati dengan klien kepada pihak lain tanpa persetujuan klien.
2.2.2 Anggota HPI memastikan bahwa pihak penerima alih daya tidak melanggar Kode Etik HPI atau ketentuan hukum yang berlaku.

2.3 PERILAKU SANTUN
2.3.1 Anggota HPI berperilaku dan bertindak sopan dan profesional terhadap klien baik dalam tutur kata secara lisan maupun tulisan, berpenampilan serta berperilaku yang berperilaku sopan dengan memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku secara umum dalam dunia bisnis dan tidak melanggar Kode Etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. PERSAINGAN SEHAT
Dalam memasarkan dan memberikan jasa penerjemahan dan/atau penjurubahasaan anggota HPI memastikan kegiatan pemasaran dan penyediaan jasa penerjemahan dan/atau penjurubahasaan dilakukan dengan menghormati prinsip-prinsip persaingan yang sehat dan tidak mendiskreditkan pesaing baik secara langsung maupun tidak langsung.

3.1 PEMASARAN
3.1.1 Dalam memasarkan jasa penerjemahan dan/atau penjurubahasaan anggota HPI memastikan bahwa informasi yang disampaikan bersifat faktual, tidak menyesatkan, dan tidak merugikan orang lain.
3.1.2 Dalam memasarkan jasa penerjemahan dan/atau penjurubahasaan anggota HPI tidak menawarkan jasa di luar kompetensi profesionalnya.
3.1.3 Resume, laman, brosur, kartu nama, ijazah, sertifikat profesional, informasi terkait lainnya, dan semua perilaku bisnis mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
3.1.4 Menggunakan media sosial dengan bijak tanpa melanggar hak-hak kerahasiaan klien/konsumen.

3.2 PERSAINGAN
3.2.1 Anggota HPI dalam mendapatkan pekerjaan penerjemahan dan/atau penjurubahasaan dari calon klien bersaing secara sehat dengan pesaing lainnya dengan memperhatikan Kode Etik HPI.
3.2.2 Anggota HPI tidak melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak lain untuk menetapkan harga dan mengendalikan pasar atau merusak persaingan yang sehat.

4. PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Setiap perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota HPI diupayakan untuk diselesaikan secara damai, kekeluargaan, dan atas iktikad baik.

4.1 PENYELESAIAN DAMAI
4.1.1 Jika anggota HPI berselisih dengan anggota HPI lainnya, masing-masing pihak didorong untuk menyelesaikannya sendiri secara damai dan kekeluargaan.
4.1.2 Anggota HPI senantiasa bersikap atas dasar iktikad baik dan menempuh semua langkah yang wajar untuk menyelesaikan segala perselisihan yang timbul diantara para anggota HPI.
4.1.3 Dalam hal penyelesaian perselisihan tersebut memerlukan keterlibatan HPI, HPI dapat memfasilitasi upaya penyelesaian perselisihan secara damai dan kekeluargaan.

4.2 PELAPORAN, PEMERIKSAAN, DAN KEPUTUSAN TERKAIT DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK
4.2.1. Jika diduga terjadi pelanggaran Kode Etik oleh seorang atau sekelompok anggota HPI, Badan Pengurus HPI atau setiap anggota HPI dapat melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada Dewan Penasihat dan Kepatuhan (DPK) HPI yang akan melakukan verifikasi dan pemeriksaan.
4.2.2 Kepada seorang atau sekelompok anggota HPI yang dilaporkan telah melakukan dugaan pelanggaran Kode Etik diberikan kesempatan membela diri dalam proses verifikasi dan pemeriksaan di hadapan DPK HPI.
4.2.3 DPK HPI akan membuat keputusan apakah terjadi pelanggaran Kode Etik atau tidak.
4.2.4 Keputusan DPK HPI dapat berupa:

  1. Pernyataan bahwa seorang atau sekelompok anggota HPI yang dilaporkantersebut tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan nama baiknyadipulihkan; atau
  2. Pernyataan bahwa seorang atau sekelompok anggota HPI yang dilaporkantersebut terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan dapat dikenai sanksiberupa: teguran lisan, peringatan tertulis, pembekuan keanggotaan (skorsing)selama jangka waktu tertentu, pemberhentian sebagai anggota HPI.

4.2.5 Badan Pengurus (BP) HPI melaksanakan keputusan DPK HPI terhadap seorang atau sekelompok anggota HPI yang terbukti melanggar Kode Etik sesuai hasil pemeriksaan oleh DPK HPI.

Disahkan di Jakarta, 30 November 2019

Ketua Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Rochayah Machali
(HPI-01-08-0175)

Ketua Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Ivan Lanin
(HPI-01-09-0197)

Wakil Ketua Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Eki Qushay Akhwan
(HPI-01-14-1174)

Wakil Ketua Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Baharuddin
(HPI-01-13-0923)

Sekretaris Komisi B – Bidang Kode Etik

Ttd

Arif Furqon
(HPI-01-11-0392)

Sekretaris Presidium Kongres HPI XIII

Ttd

Rudi Sofyan
(HPI-01-11-0453)

Board of Commissioners (BOC)

Untuk organisasi pemerintah atau semi-pemerintah, BOC sebaiknya diterjemahkan menjadi dewan komisaris. Di Google dan Yahoo!, silakan ketik istilah board of commissioners dan kita akan diberi daftar banyak board of commissioners, terutama dari county, setingkat kabupaten. Contoh: Wake County Board of Commissioners, Washington County Board of Commissioners, Oakland County Board of Commissioners, Franklin County Board of Commissioners (ketuanya disebut president). Di Inggeris Raya, the Forestry Commission (www.forestry.gov.uk) punya board of commissioners yang anggota-anggotanya adalah sejumlah direktur dan non-executive commissioner. Ketuanya disebut chairman.

Di Google, saya melihat istilah board of commissioners yang dipakai oleh sebuah perusahaan swasta di Indonesia, yang jelas sangat membingungkan orang Amerika, Inggeris, Australia dll. Kok ada perusahaan swasta yang punya board of commissioners?

Implikasi bagi penerjemah: Kalau customer kita terbiasa memakai istilah board of commissioners untuk dewan komisarisnya dan informasi tersebut sudah disebarkan ke seluruh dunia, serahkan kepada customer apakah mau memakai istilah tersebut terus atau mengubahnya menjadi board of supervisors seperti di Jerman dll, atau board of directors seperti yang umum di Inggeris, AS dll., walaupun berdasarkan common law board of directors sebuah corporation memiliki wewenang pengawasan, pengarahan, pengendalian dan pengelolaan sekaligus. Untuk lebih lengkapnya, silakan baca diskusi tentang “director.”

Per 12 Juni 2008, wikipedia.org tidak punya penjelasan tentang board of commissioners, hanya board of supervisors.

× Available on SundayMondayTuesdayWednesdayThursdayFridaySaturday